Skip to main content

Resensi Buku: Teater Boneka


Teater Boneka merupakan buku novel berkategori buku metropop yang ditulis Emilia Kusnaidi, Orinthia Lee, dan Ayu Rianna. Buku ini merupakan buku Gramedia Writing Project atau Projek Menulis Gramedia, yang mana ketiga penulis diatas merupakan penulis yang berhasil masuk seleksi dalam projek tersebut. Dengan kata Gramedia di atas, sudah pasti buku ini terbitan Gramedia Pustaka Utama. Buku ini terbit untuk cetakan pertama pada 2014. Entahlah apakah buku ini sudah memiliki cetakan kedua dan seterusnya. Teater Boneka terdiri dari 316 halaman dan berisi 18 bab.

Teater boneka mengisahkan seorang gadis yang bernama Erin Anindita yang berjuang keras untuk mempertahankan teater bonekanya yang hampir gulung tikar. Teater boneka itu bernama Teater Boneka Poppenkast. Poppenkast merupakan warisan dari ayah dan kakeknya. Makin hari semakin sedikit penontonnya karena perubahan zaman yang kebanyakan anak-anak akan lebih memilih gagdet daripada mendatangi sebuah teater dan menonton cerita-cerita yang ada di dalamnya. Meskipun cerita dan segala properti yang ditampilkan sudah dibuat semenarik mungkin dengan promosi sana-sini, hal itu tetap tak membuat jumlah pengunjung Poppenkast bertambah, justru sebaliknya. Erin rela kerja paruh waktu menjadi guru les bahasa inggris untuk membayar gaji beberapa karyawan Poppenkast yang sangat loyal hingga tak bisa menabung untuk dirinya sendiri demi untuk Poppenkast tetap ada.

Masalah Erin bukan hanya Poppenkast yang terancam tutup. Namun hubungannya dengan kekasihnya, Robert Satrion pun terancam putus. Ketika ia sangat membutuhkan dukungan dari orang tercintanya, Robert justru menyarankan Erin menutup atau meninggalkan teater yang sudah memberikan banyak hal berharga bagi Erin dan keluarganya dan mengatakan bahwa Erin tidak realistis. Dalam perdebatannya dengan Robert yang pernah menemukan titik temu, Erin tetap pada pendirian dan cita-cita dan mengatakan:
Karena aku yakin Poppenkast masih dicintai. Aku yakin anak-anak masih butuh hiburan yang nggak melibatkan gadget dan teknologi canggih, hiburan yang bakal terus memberikan mereka banyak makna dan kebahagiaan dengan cara yang sederhana." (Halaman. 94, bab 5)
Kemudian muncul sosok misterius Setiawan Prawirya atau Awan yang datang ke Poppenkast sebagai penonton yang sangat menikmati pertunjukkan cerita yang disajikan Poppenkast. Lalu tiba-tiba ia melamar pekerjaan di teater boneka itu dan memaksa untuk diterima dengan tanpa digaji sepeserpun karena keadaan keuangan Poppenkast yang tak membutuhkan karyawan lagi. Kegigihan dan alasan Awan akkhirnya membuat Erin menerimanya sebagai karyawan Poppenkast. Keberadaan Awan mampu merubah mood dan membawa suasana baru di hati Erin. Namun Awan yang sedari awal nampak sangat misterius ternyata memiliki sebuah masa lalu.

Alur cerita Teater Boneka maju mundur di awal-awal cerita. Cerita Teater boneka sebenarnya sangat sederhana dan ringan tapi ide ceritanya cukup menarik. Jalinan kata dan bahasa yang digunakan juga sangat sederhana dan mudah dipahami (nggak capek deh baca buku ini :D ). Membuat pembaca terbawa dengan ceritanya yang mengalir dan merasa cerita ini seperti nyata di imajinasi pembaca. Ada sedih, bahagia, haru, dan cinta dalam kisah ini. Penulis berhasil membuat pembaca penasaran dengan akhir cerita dari masalah-masalah yang disajikan dalam Teater Boneka.

Nilai: 3.5/5

Comments

Popular posts from this blog

The Mentalist (2008-2015)

The Mentalist adalah judul TV Series polisi (detektif pembunuhan) Amerika yang tayang dari September 2008 sampai Februari 2015. Tayang dari Season 1 sampai season 7 dengan jumlah episode sebanyak 151. Tayang dari Season 1 sampai season 7 dengan jumlah episode sebanyak 151. Season 1 berisi 23 episode, season 2 berisi 23 episode, season 3 berisi 24 episode, season 4 berisi 24 episode, season 5 berisi 22 episode, season 6 berisi 22 episode, dan season 7 berisi 13 episode. The Mentalist adalah TV series drama misteri polisi Amerika. TV Series ini diciptakan oleh Bruno Heller yang juga menjadi Eksekutif Produser. Cerita The Mentalist ditulis oleh beberapa penulis yang berbeda (7 penulis), dan juga disutradarai oleh orang yang berbeda-beda (6 penulis), salah satunya disutradarai oleh pemain utama serial ini, Simon Baker. Aktor inti TV Series ini adalah: Simon Baker sebagai Patrick Jane (Konsultan) Robin Tunney sebagai Teresa Lisbon (Agen CBI/FBI) Tim Kang sebagai Kim...

Ulasan Film: Blok M (1990)

Blok M merupakan film drama remaja Indonesia tahun 1990. Film ini disutradarai oleh Eduard Pesta Sirait dan ditulis oleh Helmy Yahya yang juga menjadi salah satu pemain pendukung dalam film ini. Film Blok M dibintangi oleh Desy Ratnasari , Paramitha Rusady Nia Lavenia, Lenny Marlina, Chris Salam, Torro Margen, dan masih banyak lagi. Paramitha Rusady meraih nominasi sebagai Aktris Pendukung Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia tahun 1990 atas perannya di film ini. Blok M mengisahkan tentang kehidupan remaja SMA Jakarta yang senang hang out dan menghabiskan waktu setelah sekolah di mall Blok M dan lintasan melawai. Lola (Desy Ratnasari), seorang remaja SMA yang memiliki genk bersama 3 temannya, Widya (Nia Lavenia), Uyun, dan Winda. Lola yang selalu kesepian karena kedua orangtuanya yang sibuk selalu menghabiskan waktunya di Blok M bersama genk-nya yang sangat kompak dan solid hanya untuk bersenang-senang. Berbeda dengan Lola, Cindy (Paramitha Rusady), yang juga teman satu...

Ulasan Film: What Still Remains (2018)

What Still Remains merupakan film drama Thriller Amerika. Film ini disutradarai dan ditulis oleh Josh Mendoza. What Still Remains berdurasi kurang lebih satu jam tiga puluh menit. Film ini dibintangi oleh Lulu Antariksa, Colin O'Donoghue, Mimi Rogers, Dohn Norwood, Jeff Kober, Peter O'Brien, Roshon Fegan, dan beberapa pemain pendukung. What Still Remains rilis di Amerika pada 14 Agustus 2018. What Still Remains mengisahkan seorang gadis berusia 19 tahun, Anna (Lulu Antariksa), yang hidup berjuang sendirian pasca ibunya meninggal karena sakit bertahun-tahun dan adik laki-lakinya, David (Roshon Fegan), yang menghilang setelah seseorang mengikuti mereka di hutan. Sebelum meninggal, ibu Anna yang tak pernah meninggalkan tempat tidurnya memberi pesan pada Anna pada saat Anna merasa bahwa dengan keadaan dan situasi yang sangat menyedihkan ia tak perlu bermimpi dan berharap tentang apapun, sang ibu mengatakan:   If we don't have hope, what is the point of living. ...