Skip to main content

Ulasan Film: Cabin 28 (2017)

 
Cabin 28 merupakan film horor Amerika. Film ini diangkat berdasarkan salah satu kejadian nyata tentang kasus pembunuhan yang tak populer dan belum terungkap dalam sejarah Amerika. Cabin 28 rilis pada 1 Agustus 2017. Film ini disutradarai oleh Andrew Jones dan ditulis oleh John Klyza.

Bagaimana dan apa jadinya jika kita baru saja pindah ke rumah baru dan pada malam harinya mendapat teror dari orang-orang bertopeng yang tak dikenal? Jawabannya sudah pasti menakutkan dan menegangkan.

Kejadian itu terjadi pada sebuah keluarga yang baru pindah ke Keddie, California, pada tahun 1981. Seorang ibu, Sue (Terri Dwyer), bersama 4 anaknya; Johnny (Sean Rhys-James), Tina (Harriet Rees), Greg (Lucas Bradwell), dan Ricky (Alexander Bradwell), baru saja pindah dan menempati tempat baru yang dinamakan Cabin 28 atau Kabin 28. Disebut kabin karena memang bangunan itu bukan seperti tipikal rumah Amerika pada umumnya melainkan sebuah kabin, bangunan yang seluruh materialnya terbuat dari kayu.

Oleh karena kisah film ini berdasarkan kejadian nyata, setiap adegan di film ini terdapat waktu kapan setiap peristiwa terjadi. Waktu tersebut adalah pukul 4 sore, 6 petang, 8 malam, 12.30 lewat tengah malam, dan pagi hari berikutnya.

Awal kejadian menakutkan dimulai dari jam 8 malam. Malam itu, Tina berada di ruang tamu. Seorang laki-laki mengetuk pintu. Namun Tina tak langsung membukakan pintu. Laki-laki itu mengaku seorang penumpang yang sedang butuh bantuan. Ia memaksa masuk rumah, namun Tina memiliki perasaan tak enak dan tidak mempersilakannya masuk. Mereka hanya berbicara di depan pintu.

Meskipun Tina tidak menyambutnya dengan baik, namun laki-laki itu masih berusaha untuk bisa masuk dengan meminta Tina untuk mengizinkannya menelepon temannya. Tina tetap tak mengizinkannya masuk, akan tetapi Tina masih berbaik hati. Ia meminta pada laki-laki yang nampak memakai penutup kepala itu nomor telepon temannya.

Beberapa waktu kemudian, laki-laki asing itu sudah tak nampak lagi di depan pintu kabin Tina. Namun pada jam 12.30 hal-hal menakutkan dan menegangkan terjadi di rumah Tina. Bukan hanya 1 orang yang menyusup masuk, namun terdapat 3 orang yang sudah stand by di sekitar kabin itu. Mereka semua memakai topeng dan dandanan wajah yang berbeda satu sama lain dan menyeramkan. Salah satu di antara mereka adalah perempuan. Kemunculan mereka satu per satu mengintai Tina dan keluarganya seperti sebuah "kejutan" yang menjadi aksi menegangkan cerita film ini. Dan, pembantaian pun terjadi di kabin 28 malam itu.

Cerita Cabin 28 cukup horor bagi saya. Baik dari segi topeng dan dandanan wajah yang menyeramkan maupun aksi para pembunuh itu.

Satu kata-kata menarik yang dikatakan oleh Deputi dengan kata-kata perumpamaan di akhir cerita tentang kasus yang sedang mereka tangani:
Begitu kau menarik benang itu, semua hal yang ada di kota ini akan terurai. Kita akan berakhir dengan banyak orang yang tak bersalah."
Di akhir cerita dituliskan kejadian-kejadian sebenarnya yang terjadi setelah pembunuhan itu beberapa tahun berikutnya.

Nilai: 3.9/5

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

The Mentalist (2008-2015)

The Mentalist adalah judul TV Series polisi (detektif pembunuhan) Amerika yang tayang dari September 2008 sampai Februari 2015. Tayang dari Season 1 sampai season 7 dengan jumlah episode sebanyak 151. Tayang dari Season 1 sampai season 7 dengan jumlah episode sebanyak 151. Season 1 berisi 23 episode, season 2 berisi 23 episode, season 3 berisi 24 episode, season 4 berisi 24 episode, season 5 berisi 22 episode, season 6 berisi 22 episode, dan season 7 berisi 13 episode. The Mentalist adalah TV series drama misteri polisi Amerika. TV Series ini diciptakan oleh Bruno Heller yang juga menjadi Eksekutif Produser. Cerita The Mentalist ditulis oleh beberapa penulis yang berbeda (7 penulis), dan juga disutradarai oleh orang yang berbeda-beda (6 penulis), salah satunya disutradarai oleh pemain utama serial ini, Simon Baker. Aktor inti TV Series ini adalah: Simon Baker sebagai Patrick Jane (Konsultan) Robin Tunney sebagai Teresa Lisbon (Agen CBI/FBI) Tim Kang sebagai Kim...

Ulasan Film: Blok M (1990)

Blok M merupakan film drama remaja Indonesia tahun 1990. Film ini disutradarai oleh Eduard Pesta Sirait dan ditulis oleh Helmy Yahya yang juga menjadi salah satu pemain pendukung dalam film ini. Film Blok M dibintangi oleh Desy Ratnasari , Paramitha Rusady Nia Lavenia, Lenny Marlina, Chris Salam, Torro Margen, dan masih banyak lagi. Paramitha Rusady meraih nominasi sebagai Aktris Pendukung Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia tahun 1990 atas perannya di film ini. Blok M mengisahkan tentang kehidupan remaja SMA Jakarta yang senang hang out dan menghabiskan waktu setelah sekolah di mall Blok M dan lintasan melawai. Lola (Desy Ratnasari), seorang remaja SMA yang memiliki genk bersama 3 temannya, Widya (Nia Lavenia), Uyun, dan Winda. Lola yang selalu kesepian karena kedua orangtuanya yang sibuk selalu menghabiskan waktunya di Blok M bersama genk-nya yang sangat kompak dan solid hanya untuk bersenang-senang. Berbeda dengan Lola, Cindy (Paramitha Rusady), yang juga teman satu...

Ulasan Film: What Still Remains (2018)

What Still Remains merupakan film drama Thriller Amerika. Film ini disutradarai dan ditulis oleh Josh Mendoza. What Still Remains berdurasi kurang lebih satu jam tiga puluh menit. Film ini dibintangi oleh Lulu Antariksa, Colin O'Donoghue, Mimi Rogers, Dohn Norwood, Jeff Kober, Peter O'Brien, Roshon Fegan, dan beberapa pemain pendukung. What Still Remains rilis di Amerika pada 14 Agustus 2018. What Still Remains mengisahkan seorang gadis berusia 19 tahun, Anna (Lulu Antariksa), yang hidup berjuang sendirian pasca ibunya meninggal karena sakit bertahun-tahun dan adik laki-lakinya, David (Roshon Fegan), yang menghilang setelah seseorang mengikuti mereka di hutan. Sebelum meninggal, ibu Anna yang tak pernah meninggalkan tempat tidurnya memberi pesan pada Anna pada saat Anna merasa bahwa dengan keadaan dan situasi yang sangat menyedihkan ia tak perlu bermimpi dan berharap tentang apapun, sang ibu mengatakan:   If we don't have hope, what is the point of living. ...