Skip to main content

Malala Yousafzai



Pada tahun 2014 saya mendengar nama Malala Yousafzai dari YouTube. Menonton salah satu video yang menceritakan tentang perjalanan hidup Malala saya langsung tertarik melihatnya lebih jauh. Ia adalah seorang wanita muslim berasal dari Mingora, Pakistan. Tempat ia tinggal di Swat Valley merupakan kota konflik. Kota yang menjadi target Taliban. Dimana para anak perempuan tidak boleh pergi ke sekolah dan para ibu tidak boleh bekerja atau keluar rumah tanpa menggunakan burqa (cadar) oleh pasukan Taliban. Taliban adalah sekelompok orang-orang yang menganut islam ekstrimis. Banyak aturan-aturan yang  harus ditaati sesuai dengan apa yang mereka percayai. Siapapun yang tidak menaati semua aturan Taliban, maka pasukan mereka tak segan-segan melakukan sikap anarkis hingga membunuh. Taliban masuk ke wilayah dimana Malala tinggal dari sejak ia masih kecil. Rumah-rumah dibom supaya Taliban bisa menguasai Swat Valley yang indah dan tenang. Anak-anak perempuan tak boleh ke sekolah karena Taliban percaya bahwa perempuan hanya perlu di rumah mengurus rumah tangga kelak jika menjadi seorang istri, dan jika tidak menaati itu maka mereka akan masuk neraka. Malala tidak setuju dengan kekangan dan pemikiran tersebut. Ia masih sangat muda dan ingin menuntut ilmu di tanah airnya, tempat dimana ia tumbuh dan besar. Hampir semua penduduk Swat memilih meninggalkan kota. Tidak dengan Malala dan keluarganya. Mereka lebih memilih bertahan dan memperjuangkan kota mereka sendiri. Ayah Malala, Ziauddin Youzafsai, seorang Kepala Sekolah juga guru, sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga. Malala memiliki 2 adik laki-laki. Dengan berani dan percaya diri, Malala tetap pergi ke sekolah setiap hari meskipun nyawa yang jadi taruhannya. Ia mengajak teman-teman perempuannya untuk tetap pergi ke sekolah, belajar, dan menuntut ilmu sebanyak-banyaknya. Semakin lama semakin sedikit yang datang ke sekolah. Tentu alasannya karena mereka takut pada Taliban yang anarkis. Meskipun banyak sekolah (termasuk sekolah yang didirikan ayah Malala) telah hancur oleh bom Taliban, namun semangat Malala masih membara datang ke sekolah yang kadang hanya diajari oleh ayahnya sendiri. Guru yang lain tak berani ambil resiko untuk keluar rumah dan mengajar di sekolah. Ziauddin bukan hanya seorang pendidik, namun ia juga seorang aktivis sosial pejuang hak asasi manusia. Taliban sudah merampas banyak hak asasi manusia di tempat-tempat yang ingin mereka kuasai. Mereka telah membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Juga menyiksa orang-orang yang tidak mengikuti aturan mereka. Parahnya mereka menyebut bahwa ajaran islam yang mereka anutlah yang paling baik dan benar.

Setiap hari Malala dan keluarganya hidup dalam ketakutan. Tak ada yang tahu bom dan pasukan militan Taliban akan menyasar ke rumahnya atau di sekitarnya. Hampir di seluruh dunia siapapun dapat pergi ke sekolah dengan aman dan bebas. Tapi bagi Malala dan teman-temannya pergi dan pulang sekolah selalu dalam kewaspadaan. Ketika suasana sangat mencekam dan konflik semakin tajam, Malala tidak pergi ke sekolah. Namun ia tetap belajar di rumahnya. Kamar menjadi kelasnya. Ia tak akan menghentikan pendidikannya apapun situasinya. Cita-citanya ingin menjadi dokter. Namun ketika keadaan kota dan negaranya yang semakin krisis, Malala merubah cita-citanya. Dari ingin menjadi dokter berubah menjadi politisi sesuai dengan apa yang disarankan oleh ayahnya. Ia ingin menyelamatkan dan menghilangkan segala krisis di negaranya.

Tak hanya tinggal diam dengan keadaannya, di usia 11 tahun Malala menulis segala kegiatan dan apa yang ia rasakan di blog atau dimanapun yang bisa dibaca oleh seluruh dunia. Usahanya tak sia-sia. Beberapa belahan dunia mengetahui itu. Mereka memberi banyak bantuan secara moril dan materiil. Bahkan salah satu media cetak dan elektronik terkemuka Amerika meliput kegiatan Malala dan keluarganya. Sejak saat itu Malala semakin berani menyuarakan kegelisahannya dan menjadi terkenal. Taliban mengetahui itu.  Pada 9 Oktober 2012 ketika ia berangkat ke sekolah dengan bis sekolah, 2 orang Taliban datang ke bis tersebut dengan membawa senjata, lalu bertanya "siapa Malala?". Semua anak yang ada di bis menengok ke arah Malala. Salah satu dari orang Taliban tersebut langsung mengangkat senjatanya dan menembak ke arah Malala. Peluru itu mengenai kepala kirinya menembus dan mematahkan tulang belakangnya. Seketika itu Malala tak sadarkan diri. Hampir seluruh dunia mengetahui berita tersebut. Beberepa negara menawarkan rumah sakit untuk memberi pertolongan pada Malala. Namun pada akhirnya Malala dibawa ke salah satu rumah sakit yang ada di Burmingham, Inggris. Selama 7 hari ia koma. Orang-orang di seluruh dunia yang mencintainya semua mendoakannya meskipun harapan hidup sangat tipis. Namun doa-doa tulus itu terkabul. Malala yang kuat akhirnya sadar dari komanya. Dokter Inggris bekerja keras membantu pemulihan Malala. Untuk luka separah itu memakan proses penyembuhan yang lama. Keinginan kuat Malala untuk hidup sangat besar hingga ia bisa kembali berjalan dan berbicara. Dalam beberapa bulan ia sudah mampu melakukan banyak hal. PBB mengundangnya datang dan Malala memberikan pidato tentang apa yang ia alami dan akan terus memperjuangkan hak pendidikan anak dan perempuan. Semua utusan dari seluruh negara menyimaknya dan tak sungkan-sungkan memberi hormat pada Malala yang masih belia saat itu. Meskipun pidatonya terdengar sederhana namun setiap kalimat yang terucap terdengar memiliki makna dan harapan yang luhur. Kata-kata favorit saya dari pidato Malala terdapat di kata terakhir sebelum ia menutup pidatonya;
"One child, one teacher, one pen, and one book can change the world. Education is the only solution. Education first."

Setelah itu ia terus diundang di berbagai acara, event, dan bertemu orang-orang penting dunia dengan membawa misi pendidikan anak dan hak perempuan yang ia perjuangkan selama ini, juga mengatakan bahwa Islam adalah agama yang damai bukan teroris. Pada tahun 2013 Malala menulis sebuah buku yang berjudul "I am Malala". Tahun 2014 ia menerima Nobel Peace Prize atas perjuangannya melawan penindasan anak dan memperjuangkan hak pendidikan perempuan. Ia adalah penerima Nobel Peace Prize termuda, saat itu usianya masih 17 tahun. Sebelum menerima penghargaan tersebut, ia sudah menerima banyak penghargaan kehormatan dari nasional maupun internasional. Tahun 2015, seorang sutradara, Davis Guggenheim, membuat film dokumenter yang mengangkat kisah Malala berdasarkan buku yang ditulis oleh Malala. Film tersebut berjudul "He Named Me Malala." Film tersebut sangat inspiratif. Beberapa selebriti holywood bahkan diundang untuk menyaksikan film tersebut pada malam premier. Aktris Inggris Emma Watson (yang juga seorang feminis) memiliki kesempatan untuk mewawancarainya. Meskipun ia tinggal di Inggris setelah peristiwa penembakan, ia masih tetap memperjuangkan negaranya, Pakistan, agar aman dari segala konflik.

Hingga sekarang ia masih terus menjalankan misi kemanusiaannya. Ketika ditanya oleh Ellen Degeneres di acara Ellen Show (2015) apakah ia membenci Taliban karena sudah menembaknya, ia menjawab dengan penjang dan diplomatis:
Saya pikir mereka telah membuat kesalahan besar, karena saya sedang memperjuangkan hak pendidikan dari awal Taliban menghentikan para perempuan untuk pergi ke sekolah. Tapi saya memiliki sedikit ketakutan tentang apa yang akan terjadi pada saya, apa yang akan saya rasakan jika seseorang menyerang saya. Tapi setelah insiden tersebut, ketika saya diserang, ketakutan itu hilang. Seperti yang saya katakan dalam pidato saya di PBB, kelemahan, ketakutan, dan keputusasaan saya hilang pada saat itu. Dan saya menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Dan sekarang sangat percaya bahwa tak akan ada yang menghentikan saya atas misi dan kampanye pendidikan ini untuk mengatakan bahwa para perempuan pantas mendapatkan hak untuk pergi ke sekolah. Dan semua ini adalah karena cinta kasih banyak orang yang telah memberanikan dan membantu saya untuk tidak berpikir apa yang sudah saya lalui dalam hidup saya. Ketika saya melihat orang-orang mendoakan dan peduli pada saya, mengirimi kartu dan surat setiap hari, itu membuat saya lebih kuat dan melanjutkan hidup dengan keberanian dan lebih banyak karya.

Comments

Popular posts from this blog

Ulasan Film: Sadak 2

Sadak 2 merupakan sekuel film India Sadak yang rilis tahun 1991 dibintangi oleh Sanjay Dutt. Ia pun kembali menjadi pemain utama di Sadak 2. Selain Sanjay Dutt, Sadak 2 dibintangi oleh Alia Bhatt dan Aditya Roy Kapur. Film yang menuai kontroversi sejak perilisan trailernya dengan dislike terbanyak sepanjang sejarah film India ini mengisahkan tentang seorang gadis, Aryaa Desai (Alia Bhatt), yang harus melakukan perjalanan ke Kailash demi memenuhi keinginan mendiang ibunya. Dengan menyewa jasa taksi yang sudah Aryaa pesan beberapa waktu sebelumnya yang mana pemiliknya adalah Ravi  Kishore (Sanjay Dutt). Bersama kekasihnya, Vishal Thakur (Aditya Roy Kapur), Aryaa menjalankan misinya yang pastinya tak mulus. Perebutan harta kekayaan dan kepercayaan agama dengan aliran tertentu adalah isu yang diangkat dalam film berdurasi selama dua jam enam belas menit ini. Hal itu dikuatkan dengan baris kalimat: Tak ada bisnis yang lebih besar daripada bisnis tuhan . Terlepas dari kontroversi film ini, d

Ulasan Film: Blok M (1990)

Blok M merupakan film drama remaja Indonesia tahun 1990. Film ini disutradarai oleh Eduard Pesta Sirait dan ditulis oleh Helmy Yahya yang juga menjadi salah satu pemain pendukung dalam film ini. Film Blok M dibintangi oleh Desy Ratnasari , Paramitha Rusady Nia Lavenia, Lenny Marlina, Chris Salam, Torro Margen, dan masih banyak lagi. Paramitha Rusady meraih nominasi sebagai Aktris Pendukung Terbaik pada ajang Festival Film Indonesia tahun 1990 atas perannya di film ini. Blok M mengisahkan tentang kehidupan remaja SMA Jakarta yang senang hang out dan menghabiskan waktu setelah sekolah di mall Blok M dan lintasan melawai. Lola (Desy Ratnasari), seorang remaja SMA yang memiliki genk bersama 3 temannya, Widya (Nia Lavenia), Uyun, dan Winda. Lola yang selalu kesepian karena kedua orangtuanya yang sibuk selalu menghabiskan waktunya di Blok M bersama genk-nya yang sangat kompak dan solid hanya untuk bersenang-senang. Berbeda dengan Lola, Cindy (Paramitha Rusady), yang juga teman satu

The Mentalist (2008-2015)

The Mentalist adalah judul TV Series polisi (detektif pembunuhan) Amerika yang tayang dari September 2008 sampai Februari 2015. Tayang dari Season 1 sampai season 7 dengan jumlah episode sebanyak 151. Tayang dari Season 1 sampai season 7 dengan jumlah episode sebanyak 151. Season 1 berisi 23 episode, season 2 berisi 23 episode, season 3 berisi 24 episode, season 4 berisi 24 episode, season 5 berisi 22 episode, season 6 berisi 22 episode, dan season 7 berisi 13 episode. The Mentalist adalah TV series drama misteri polisi Amerika. TV Series ini diciptakan oleh Bruno Heller yang juga menjadi Eksekutif Produser. Cerita The Mentalist ditulis oleh beberapa penulis yang berbeda (7 penulis), dan juga disutradarai oleh orang yang berbeda-beda (6 penulis), salah satunya disutradarai oleh pemain utama serial ini, Simon Baker. Aktor inti TV Series ini adalah: Simon Baker sebagai Patrick Jane (Konsultan) Robin Tunney sebagai Teresa Lisbon (Agen CBI/FBI) Tim Kang sebagai Kim